Apa itu SegentongAsa?

Foto saya
Segentong penuh asa siap mengiringi perjalanan masa depanmu :)

Senin, 08 April 2013


ARTIKEL META ANALISIS
Oleh: Suci Lestari
2013

A. Pengertian Penelitian Meta Analisis
Seperti yang dikutip dari Merriyana (2006: 104), secara sederhana, penelitian meta analisis dapat diartikan sebagai analisis dari suatu analisis. Diperkenalkan pertama kali oleh Karl Pearson pada tahun 1904 untuk mengkaji penelitian dalam bidang medis/kesehatan. Dalam perkembangannya, meta analisis tidak hanya diperuntukkan sebagai penelitian analisa mendalam bagi bidang medis saja. Gene Glass, Frank Schmidt, dan John E. Hunter melakukan penelitian meta analisis dalam bidang pendidikan pada tahun 1970-an.
Penelitian Meta Analisis adalah sebuah pendekatan penelitian yang menggunakan sumber sekunder sebagai sumber data untuk selanjutnya diolah. Analisis yang dilakukan bersifat mendalam dan komprehensif. Walaupun belum ada ketetapan pasti mengenai jumlah minimum jurnal atau hasil penelitian yang harus digunakan dalam sebuah penelitian meta analisis, namun lazimnya para peneliti menggunakan minimal 7 buah hasil penelitian.

B. Tujuan Penelitian Meta Analisis
Penelitian klinis ini memiliki beberapa tujuan seperti yang dinyatakan oleh Sack, dkk sebagai berikut:
1.       Untuk meningkatkan daya pada titik akhir primer dan pada sub kelompok yang mana ukuran sampel yang asli terlalu kecil sehingga menunjukkan statistik secara signifikan.
2.       Untuk menyelesaikan ketidakpastian hasil laporan.
3.       Untuk meningkatkan perkiraan ukuran efek.
4.       Untuk menjawab pertanyaan yang tidak diajukan sebelumnya.
C. Jenis-jenis Penelitian Meta Analisis
Penelitian meta analisis dalam dunia pendidikan digunakan untuk mengukur taraf signifikansi sebuah intervensi atau perlakuan terhadap subjek pembelajaran yaitu siswa dalam bentuk hasil belajarnya. Sejak Glass menggunakan meta analisis sebagai alternatif penelitian dalam bidang pendidikan pada tahun 1976, jenis penelitian ini mengalami perkembangan. Berikut merupakan jenis-jenis penelitian meta analisis:
1.       Analysis of Moderator Effects
Metode umum:
·         Graphing  - OLS Regression
·         Q Statistics (chi-square test) – WLS Regression
·         Variance Analysis – Partition test
·         Outlier test
2.       Mediator Assessment Methods
Jenis penelitian meta analisis ini berfungsi untuk melihat hubungan struktural dan menganalisa efek matriks umum terhadap suatu himpunan berdasarkan hasil empiris yang didapatkan. Untuk mempelajari efek mediator dapat dilakukan dua alternatif pendekatan, yaitu:
·         Kombinasi dan analisa korelasi pengembangan meta analisis
·         Studi koefisien secara langsung terhadap suatu kepentingan sebagai ukuran efek.
3.       Meta Analisis Kumulatif
Agak berbeda dengan dua jenis sebelumnya, pada jenis ini sesuai dengan namanya, hasil penelitian yang didapatkan tidak serta merta menjadi kesimpulan akhir. Namun, kesimpulan tersebut bersifat sementara hingga terdapat studi penelitian selanjutnya yang dapat digunakan sebagai sumber data penelitian. Jika ada publikasi terbaru mengenai hasil penelitian dengan topik bahasan serupa, maka akan ditambahkan sebagai sumber data sekunder, begitu seterusnya. Hasil penelitian diakumulasikan berdasarkan bukti yang didapat dari publikasi terbaru. Biasanya teknik ini digunakan terhadap suatu topik bahasan penelitian meta analisis yang tidak banyak publikasinya dalam literatur.

D. Metode Penelitian Meta Analisis
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian meta analisis adalah pemanfaatan sumber data sekunder. Kajian literatur  berdasarkan studi sebelumnya dipergunakan sebagai sumber data yang akan dianalisa. Sekilas teknik meta analisis mirip dengan teknik penelitian ex post facto yaitu mengkaji atau menganalisa suatu kejadian yang sudah terjadi sebelumnya. Penelitian ini bukan bersifat eksperimental. Namun perbedaannya, penelitian meta analisis adalah studi komprehensif mengenai suatu topik bahasan yang menggunakan literatur hasil penelitian sebelumnya dengan topik bahasan serupa dan kriteria tertentu. Berikut merupakan beberapa metode penelitian meta analisis yang dinyatakan oleh para ahli:
·         Menurut Glass (1981), metode yang berfokus pada deteksi dari moderator variabel
·         Menurut Hedges dan Olkin (1985), metode yang menggunakan teknik weighted least squares
·         Menurut Rosenthal dan Rubin (1991), menggunakan cara yang sama dengan Hedges dan Olkin lakukan sebelumnya, namun perbedaannya terdapat pada tes signifikansi untuk mengkombinasikan ukuran fek
·         Menurut Hunter dan Schmidt (1990), metode ini berusaha mengoreksi potensial error sebelum meta analisis mengintegrasikan efek antar studi
Dari keempat metode yang sudah dijelaskan di atas, metode Hunter dan Schmidt merupakan metode yang lebih sering digunakan karena metode ini dianggap sebagai metode yang paling lengkap, karena selain dapat digunakan untuk mengkaji  ukuran efek, metode ini dapat juga digunakan untuk mengoreksi kesalahan sebagai akibat dari kesalahan pengukuran (error of measurement) dan kesalahan peneliti lainnya (man made error) contohnya seperti kesalahan pengambilan sampel, kesalahan pelaporan atau transkripsi, ketidaksempurnaan konstruk variabel dependen maupun independen, hingga varians yang disebabkan oleh faktor luar.

E. Langkah-langkah Penelitian Meta Analisis
Mengutip dari (http://pitt.edu.htm), terdapat 9 langkah untuk dapat melakukan penelitian meta analisis:
1.       Tentukan topik permasalahan sebagai bahan kajian analisis-sintesis.
2.       Tentukan periode sumber data yang akan digunakan. Misalkan, sumber data yang ingin digunakan adalah hasil penelitian dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
3.       Mencari laporan atau hasil penelitian mengenai topik terkait. Laporan atau hasil penelitian tersebut daapt berupa skripsi, tesis, disertasi, jurnal, atau laporan lainnya yang daapt diperoleh melalui perpustakaan maupun jurnal online.
4.       Fokuskan kajian pada judul dan abstrak untuk melihat kesesuaian isi dengan masalah yang diteliti.
5.       Fokuskan penelitian pada masalah, metodologi penelitian (jenis, tempat dan waktu penelitian, metode, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisa data), data, analisa data, dan hasil (kesimpulan dan saran).
6.       Kategorikan masing-masing penelitian berdasarkan paradigmanya, misalnya penelitian kuantitatif (positivistik) atau penelitian kualitatif (pasca positivistik). Penelitian kuantitatif biasanya dalam bentuk eksperimen untuk melihat pengaruh. Sedangkan penelitian kualitatif biasanya dalam bentuk deskriptif eksploratif.
7.       Bandingkan semua hasil penelitian sesuai dengan kategorinya. Untuk memperoleh kesimpulan besarnya penagruh atau hubungan antara variabel dalam penelitian kuantitaif digunakan rumus:










8.       Analisis kesimpulan yang ditemukan berdasarkan kajian metode dan analisis data dalam setiap penelitian sehingga dapat diketahui keunggulan dan kelemahan penelitian yang dilakukan sebelumnya.
9.       Tariklah sebuah kesimpulan akhir secara komprehensif berdasarkan langkah satu hingga delapan yang sudah dilakukan.

F. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
·         Meta analisis adalah sintesis sebuah topik yang diambil dari beberapa laporan penelitian. Berdasarkan sintesis tersebut, ditarik sebuah kesimpulan mengenai topik kajian. Sehingga mirip seperti review karya ilmiah namun menggunakan analisis statistika formal.
·         Menggunakan sumber data sekunder berupa hasil penelitian terpublikasi atau belum terpublikasi sebagai sumber utama data yang akan diolah/dianalisis.
·         Penelitian Meta Analisis dapat dijadikan alternatif penelitian dengan beberapa langkah praktis bagi peneliti yang tidak memiliki banyak waktu penuh dalam penelitiannya karena penelitian ini menggunakan teknik kajian pustaka atau literatur berdasarkan hasil penelitian sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Merriyana, Rosa. Meta Analisis Penelitian Alternatif Bagi Guru. Jurnal Pendidikan Penabur edisi No. 06/Th V/Juni, 2006. (http://202.147.254.252/files/Hal.102-106%20Meta%20Analisis.pdf) Diunduh pada tanggal 8 April 2013.
http://elfrieda.wordpress.com/2011/12/03/meta-analisis/ . Diakses pada tanggal 8 April 2013
http://chatroks.blogspot.com/2012/09/meta-analisis.html . Diakses pada tanggal 8 April 2013


Minggu, 22 April 2012

Analyze Needs and Problems


Beberapa waktu yang lalu, saya melakukan observasi ke SMAN 14 Jakarta. Saya mewawancarai salah seorang siswa kelas XI IPA tentang kesulitan-kesulitan yang ia rasakan saat ini selama mempelajari mata pelajaran bidang Ilmu Pengetahuan Alam di jenjang kelas XI. Dari ketiga mata pelajaran bidang IPA, siswa tersebut mengaku kesulitan dalam pelajaran Fisika. Seperti siswa-siswa SMA kebanyakan, mata pelajaran Fisika memang sering kali menjadi ‘momok’ menakutkan. Lalu sebenarnya aspek apa yang menyulitkan para siswa? Di bawah ini akan saya uraikan identifikasi masalah terkait kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh siswa.

  • Siswa merasa dalam pelajaran Fisika ini terlalu banyak rumus-rumus yang harus dihapalkan dalam satu bahasan. Misalkan dalam Bab Mekanika Newton terdapat beberapa rumus bidang miring yang berbeda. Hal ini menyebabkan beban hapalan siswa menjadi lebih berat dan dalam praktik pengerjaan soalnya pun siswa harus benar-benar memahami maksud soal tersebut sehingga dapat menentukan penggunaan rumus yang tepat.
  • Siswa merasa tidak puas dengan pemberian rumus-rumus cepat yang tanpa dijelaskan terlebih dahulu asal penurunan rumus tersebut. Karena siswa merasa terbebani dengan hapalan rumus. Sedangkan jika melihat dari sudut pandang guru, durasi penyampaian materi tiap pelajaran Fisika, tidak memungkinkan untuk menjelaskan langkah-langkah penurunan rumusnya. Hal itu yang membuat tabrakan persepsi antara keinginan siswa dan keinginan guru..
  • Siswa merasa kurangnya praktek langsung mengamati gejala-gejala Fisika di lingkungan sekitar sehingga menimbulkan kurang paham terhadap materi yang sedang dibahas. Contoh materi Fluida hanya berdasarkan teori saja padahal zat cair (fluida) dan dinamikanya adalah hal yang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. 
  •  Merasa terbebaninya siswa dengan tugas sekolah yang terlalu banyak sehingga waktu untuk belajar dan memahami materi mata pelajaran yang masih dirasa sulit menjadi lebih sedikit.

Analisis Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, masalah pada poin ketiga merupakan masalah sarana dan prasarana. Di samping itu dapat kita analisa bahwa masalah pada poin pertama dan masalah pada poin kedua relative terkait. Poin pertama menyatakan: sulit menghapal rumus. Poin kedua menyatakan: kurang puas dengan rumus instan, lebih senang dengan penjelasan bagaimana rumus itu diturunkan. Jika ditelaah, maka masalah pada poin pertama, dapat diselesaikan dengan bantuan solusi dari penyelesaian masalah pada poin kedua. Karena menurut siswa, jika paham asal penurunan rumusnya, maka tidak perlu terlalu banyak menghapal, cukup paham satuan-satuannya sehingga dapat menurunkan rumus tersebut. Sedangkan, guru terbatasi dengan durasi mengajar. Durasi mengajar yang padat dan sudah ditetapkan ini, tidak memungkinkan untuk menjelaskan asal penurunan tiap rumus.

Analisis Kebutuhan
Siswa membutuhkan penjelasan tentang asal penurunan rumus. Maka solusi yang diharapkan adalah sebuah bentuk yang tidak akan mengganggu durasi mengajar guru tetapi kebutuhan siswa seperti yang tersebut dalam analisa  masalah di atas dapat terpenuhi.

Minggu, 01 April 2012

MAHASISWA TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM KATEGORISASI ADOPTER


Masih dalam diskusi grup Facebook mata kuliah Difusi Inovasi, kali ini kami, Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta 2010, kembali menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh Ibu Retno selaku asisten dosen. Pertanyaan diskusi yang dilempar ke khalayak grup pada hari Kamis siang tersebut berbunyi sebagai berikut,  Selamat siang... bagaimana hasil diskusi senin lalu. Kalau dilihat dari komentar di FB sepertinya sebagian besar sudah paham ya..
Coba sekarang data mengenai "sebagai lulusan tp nanti, kalian termasuk pada kategori adopter yg mana", beserta alasannya dikelompokkan dan dibuat chart-nya kemudian dipost juga di blog kalian,, sekalian blognya di-update lah! jgn lupa berikan analisa kalian ya...”.
                Untuk memperjelas khazanah pemahaman pembaca yang budiman sekalian, ada baiknya penulis uraikan terlebih dahulu apa itu adopter dan apa saja kategorisasinya.
Menurut Rogers (1983), adopter dapat dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
  1. Innovator
Senang mencoba gagasan baru, berorientasi keluar sistem sehingga memiliki sudut pandang yang kaya dalam melihat sebuah permasalahan hingga ditemukannya sebuah solusi yang menjawab permasalahan tersebut.
  1. Early Adopter (Pelopor)
Berorientasi ke dalam sistem. Meneliti atau menganalisa terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan mengadopsi inovasi.
  1. Early Majority (Pengikut Dini)
Menunggu sebagian besar anggota sistem sosial untuk mengadopsi suatu inovasi.
  1. Late Majority (Pengikut Akhir)
Keterlambatan pengadopsian inovasi yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor kepentingan ekonomi, tekanan sosial, kondisi geografis dan sebagainya.
  1. Laggards (Lamban Mengadopsi)
Tidak memiliki wawasan yang cukup, berpandangan sempit, dan cenderung apatis terhadap sesuatu yang baru. Mengadopsi di saat akhir atau bahkan tidak mengadopsinya sama sekali.

Seperti tugas sebelumnya, kami masih melanjutkan survey terkait substansi mata kuliah ini dengan lingkup kecil. Yaitu respondennya hanya teman-teman sekelas. Berikut merupakan data dari hasil survey: 

Tabel Ragam Opini

Grafik Batang Kategorisasi Adopter

Grafik Pie Kategorisasi Adopter


 
Dari data yang disajikan di atas, dapat kita lihat bahwa mayoritas mahasiswa menjawab “innovator” dengan alasan yang sama, yaitu posisi seorang Teknolog Pendidikan dalam kategorisasi adopter  idealnya adalah sebagai innovator. Dengan dasar pemikiran bahwa seorang Teknolog Pendidikan memiliki tugas untuk memecahkan permasalahan dalam pembelajaran maka dari itu Teknolog Pendidikan diharapkan dapat menggagas berbagai ide kreatif, inovatif, dan solutif terkait pemecahan masalah belajar.
                Terlepas dari jawaban mayoritas tersebut, jawaban mayoritas di posisi kedua yaitu innovator golongan C dengan kriteria “Berperan sebagai agent of change yang kreatif”. Terdapat penambahan peran Teknolog Pendidikan sebagai agent of change atau agen perubahan yang diharap dapat membawa kebermanfaatan dalam proses pembelajaran dan mewujudkan lingkungan belajar yang kondusif.
                Namun ada pula seorang mahasiswa yang berpandangan bahwa seorang Teknolog Pendidikan mungkin dapat dikategorikan sebagai Early Adopter. Ia berpendapat seperti itu berdasarkan pengalaman pribadinya. Menurut penulis, hal tersebut bisa saja merupakan representasi kenyataan di lapangan terkait innovativeness (kemampuan/kecepatan seseorang dalam menerima dan mengadopsi sebuah inovasi). Memang pada dasarnya tingkat innovativeness tiap individu berbeda-beda. Jika dikaitkan dengan pertanyaan Bu Retno di kelas beberapa waktu lalu, “Mengapa masih banyak yang telat komentar postingan baru di grup?”. Mayoritas mahasiswa menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang memiliki arti tersirat: menunggu yang lain untuk mendapat inspirasi jawaban. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa TP di kelas tidak berani memulai sesuatu yang baru. Cenderung menunggu yang lain. Dalam pengadopsian inovasi, hal ini tercermin dalam tindakan Early Adopter, golongan pengadopsi yang menunggu anggota sistem social lain untuk mengadopsinya terlebih dahulu sehingga ia tahu kelebihan dan kekurangan inovasi tersebut dan apabila dirasa cocok dan sesuai dengan kebutuhan dan kesukaannya maka baru ia adopsi.
                Menurut saya, jika paradigma ini mengalami keberlanjutan maka tak menutup kemungkinan dalam praktiknya beberapa tahun ke depan lulusan TP adalah merupakan Early Adopter bukan sebagai Innovator yang sebagian besar sudah dikatakan mahasiswa TP yang menjadi responden survey. Mungkin benar akan tetap menjadi “kondisi idealnya”.


Minggu, 11 Maret 2012

Diskusi Kuliah di 'Rumah' Mark Zuckerberg: Pemanfaatan Facebook sebagai Media Pembelajaran





BAB I
PENDAHULUAN


      A.      Latar Belakang

Pembelajaran di kelas secara konservatif memang masih dilakukan hingga pada era modern seperti saat ini. Namun tentunya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi juga mengambil peran dalam kegiatan pencerdasan manusia dalam bidang pendidikan. Sebut saja berkembangnya media pembelajaran seperti CD pembelajaran interaktif yang menarik siswa terutama pada jenjang Sekolah Dasar untuk mau belajar mengenai materi yang diberikan karena CD pembelajaran interaktif cenderung menarik dengan kombinasi warna dan gambar serta animasi. Selain itu terjadinya kombinasi kegiatan seperti membaca, mendengarkan, serta melakukan langsung. Interaksi diperlukan untuk menarik atensi pembelajar. Lalu, apakah hanya dengan CD Interaktif kegiatan-kegiatan yang menarik minat belajar tersebut dapat dilakukan?
Media jejaring social seperti Facebook cukup mumpuni untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas konservatif. Seperti yang diterapkan oleh Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta pada mata kuliah Difusi Inovasi. Mata kuliah ini menerapkan diskusi online via grup Facebook. Mahasiswa dan dosen yang mengampu mata kuliah ini akan tergabung dalam sebuah grup. Dosen akan memberikan pertanyaan dan mahasiswa mulai berdiskusi. Diskusi pun menajdi lebih hidup karena dilengkapi dengan gambar, diagram, serta juga bisa berupa tautan referensi bacaan dari artikel yang didapat dari internet. Sehingga mahasiswa lain pun menjadi lebih kaya bahan bacannya.
Di sini, penulis akan mencoba menganalisa atas survey yang dilakukan mengenai efektivitas pemanfaatan Facebook dalam mata kuliah Difusi Inovasi.

B.      Pertanyaan Survey
Anda tentunya sudah tahu bener, persamaan dan perbedaan inovasinya di Rogers dgn Reigeluth. Kalau belum tahu, kebangeten deh! Itu ngeledek namanya. Rogers itu ... berteori tentang inovasi dan difusinya secara umum. Teorinya bida dikembangkan di berbagai bidang. Reigeluth itu kan ahlinya TP, dia berteori tentang inovasi dan difusinya di bidang pendidikan/pembelajaran. Cermati deh persamaan dan perbedaannya, asyiiik lho. Nah sekarang berikan tanggapan Anda, "Apakah Forum Group Discussion IDP ini termasuk inovasi dalam mata kuliah ini?". Kalau Anda jawab "YES", atau "NO" atau "YES & NO", berikan alasan mengacu pada teori Rogers & Reigeluth. Biasanya mahasiswa/i kudu pinter cari dan kasih alasan. OK? Met berdiskusi.”
Oleh Prof. DR. B. P. Sitepu, MA

C.      Tujuan dan Manfaat Hasil Survey
·         Mengetahui keaktifan mahasiswa dalam grup Facebook DIP
·         Menganalisa ragam jawaban dalam diskusi grup Facebook DIP
·         Menganalisa keefektifan grup Facebook DIP sebagai media pembelajaran

D.     Responden Survey dan Teknik Survey
Responden dalam survey ini merupakana mahasiswa jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Reguler angkatan 2010 yang mengambil mata kuliuah Difusi Inovasi Pendidikan.
Penulis menggunakan teknik survey berupa pendataan mahasiswa yang tergabung dalam grup Facebook DIP, mengumpulkan jawaban yang diberikan dalam pertanyaan yang diajukan dosen pengampu, mengklasifikasikan jawaban, melakukan analisis serta menarik kesimpulan.



BAB II
HASIL SURVEY

           Berikut merupakan data yang sudah penulis kumpulkan yang disajikan berupa tabulasi.

            Tabel Data Keaktifan Mahasiswa

Tindakan
Jumlah Mahasiswa
Presentase
 (%)
Menjawab
29
94
Tidak Menjawab
2
6
TOTAL
31
100


           



  

 Tabel Ragam Jawaban
Indikator Jawaban
Jumlah Mahasiswa
Presentase
(%)
YES
12
39
NO
1
3
YES & NO
16
52
Belum Menjawab
2
7
TOTAL
31
100






Klasifikasi Jawaban Berdasarkan Alasan
Tabel Data Klasifikasi Jawaban
Kategori Jawaban
Kategori Alasan
Jumlah
Presentase
%
YES
Y1
6
19

Y2
1
3

Y3
1
3

Y4
2
6

Y5
1
3

Y6
1
3
NO
N
1
3
YES  &NO
YN1
15
48

YN2
1
3
BELUM JAWAB
BJ
2
6

TOTAL
31
100







BAB III
PEMBAHASAN

Dari data-data yang sudah penulis sajikan di atas, terlihat bahwa sebenarnya  keragaman jawaban membuat pengetahuan mahasiswa menjadi lebih kaya. Walaupun tentunya ada jawaban yang mendominasi. Mahasiswa pun cukup aktif berdiskusi dalam grup diskusi DIP di Facebook. Walaupun frekuensi keaktifannya tidak stabil, yaitu terkadang diskusinya “rame” terkadang “sepi”. Menurut saya hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan dikarenakan (1) terbatasnya jaringan internet untuk mengakses Facebook sebagai media dalam pembelajaran mata kuliah DIP; (2) Availability Mahasiswa; (3) kurangnya daya inisiatif mahasiswa.
                Dari alasan yang pertama, jelas bahwa sarana dan prasarana untuk mengakses media pembelajaran ini belum merata pada setiap mahasiswa. Beberapa mahasiswa pun harus pergi ke warung internet (warnet) terlebih dahulu. Menanggapi masalah ini, solusi yang dapat dilakukan adalah  dengan cara seperti membawa laptop ke lingkungan kampus untuk memanfaatkan jaringan wifi yang tersedia.
                Namun, muncul kembali masalah yang kedua yaitu availability mahasiswa. Yang dimaksud availability  di sini adalah tersedianya waktu mahasiswa yang cukup untuk mengikuti diskusi grup Facebook DIP secara real-time. Dikarenakan jadwal kegiatan mahasiswa yang sebagian besar mempunyai kegiatan lain di luar kegiatan akademis, di antaranya seperti kerja paruh waktu; organisasi; dan lain-lain; maka tidak memungkinkan mahasiswa untuk mengikuti diskusi secara tepat waktu.
                Selanjutnya, terdapat faktor yang ketiga yaitu mengenai daya inisiatif mahasiswa. Mahasiswa cenderung menunggu temannya terlebih dahulu untuk melihat jawaban, yang dimaksudkan untuk mendapat inspirasi terlebih dahulu dalam menjawab, namun bukan dengan niat untuk mencontoh atau plagiarism. Kurangnya daya inisiatif mahasiswa tersebut dalam menjawab pertanyaan diskusi yang diajukan dosen, akan menghambat berjalannya diskusi.
                Terlepas dari berbagai faktor penghambat yang sudah diuraikan di atas, bagaimana pun grup diskusi Facebook DIP tetap harus dilanjutkan. Saran yang dapat penulis berikan terkait dengan faktor-faktor penghambat di atas adalah sebaiknya pertanyaan yang diajukan diberi jadwal atau dibatasi jumlahnya. Karena terkadang dosen pengampu memberikan pertanyaan diskusi secara tidak tentu jumlahnya dalam jangka waktu yang terlalu berdekatan. Ada baiknya satu bahasan focus untuk didiskusikan bersama hingga tercapainya sebuah kesimpulan sebelum akhirnya diturunkan pertanyaan baru.

BAB IV
KESIMPULAN

                Aktivitas diskusi dalam grup Facebook DIP cukup “hidup” dan dapat dinilai membantu mahasiswa untuk menyampaikan gagasan atau aspirasi menurut perspektif individu yang juga diperkaya oleh referensi bacaan lain yang sudah dibagikan oleh mahasiswa lain dalam laman Facebook. Efektivitas grup ini pun dapat dikategorikan sudah cukup baik atau sudah efektif.


DAFTAR PUSTAKA

                Rogers, Everett M., 2003. Diffusion of Innovation. New York: Free Press
http://renataliaa.wordpress.com/2011/05/24/penggunaan-facebook-sebagai-media-pembelajaran/